BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Era reformasi 1998 merupakan sebagian
dari masa kelam dari pemerintahan di Indonesia. Kejadian ini diawali setelah
Soekarno diturunkan dan dicabut kepresidenannya pada tanggal 12 Maret 1967,
Soeharto mengambil alih posisi presiden Indonesia. Pada masa pemerintahannya,
Soeharto amat sangat mengekang kebebasan berpendapat hingga melarang adanya
bentuk protes apapun yang dilakukan oleh mahasiswa. Pada tahun 27 Juli 1996,
pihak bersenjata menyerang markas PDI di Jakarta Pusat. Pada masa itu, Megawati
Sukarno putri yang diangkat menjadi ketua partai dinilai berbahaya oleh
pemerintahan Orde Baru. Pada 29 Mei 1997, pemilu dilakukan dan dimenangkan oleh
Golkar dengan 74% suara. Pemilu ini dinilai telah dicurangi dan menyebabkan
kemarahan publik. Hal ini berujung pada salah satu catatan kelam negara kita,
tragedi Trisakti, 12 Mei 1998.
Kita sebagai orang awam yang belum
terlalu mengerti wajib mengenal dan mengikuti perkembangan sejarah di Indonesia.
Tentu hal ini kita lakukan untuk menambah pengetahuan kita tentang sejarah di
bumi pertiwi kita ini. Mengenal dan mengikuti perkembangan tersebut ditujukan
untuk menambah rasa cinta kita kepada bangsa dan negara. Berdasarkan latar
belakang di atas maka kami tertarik untuk membuat makalah yang membahas tentang
“Masa Kelam Reformasi 1998”.
1.2 Tujuan
Tujuan
dalam pembuatan makalah “Masa Kelam
Reformasi 1998” ini adalah:
1.2.1 mengetahui arti dari reformasi
1998
1.2.2 Mengerti jalanya perkembangan / kronologi
terjadinya reformasi 1998
1.2.3 Mengerti Penyebab terjadinya
reformasi 1998
1.2.4 Mengetahui akibat yang ditimbulkan
dari terjadinya reformasi 1998
1.2.5 Membahas tujuan
dari unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa untuk menghendaki terjadinya reformasi
1998.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Reformasi 1998
Reformasi
merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru. Buah perjuangan
reformasi itu tentu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun membutuhkan proses
dan waktu. Bahkan dalam perjalanan nya Reformasi
juga menelan banyak korban. Korban tersebut tidak lain dan bukan ialah warga
negara indonesia yang mayoritas adalah para kalangan mahasiswa itu sendiri.
Terjadi kekacauan dimana mana yang diakibatkan oleh rakyat indonesia yang tidak
percaya lagi terhadap rezim yang berkuasa pada waktu itu. Tentu perjuangan
menegakan perubahan yang disebut reformasi ini merupakan tonggak sejarah baru
bagi bangsa indonesia itu sendiri. Kenapa begitu? Dengan ditandai runtuhnya
politik dinasti yang didiirikan oleh penguasa pada waktu itu. Rezim yang
berkuasa telah mengusai 3 pilar negara yaitu Eksekutif (pemerintah), Legislatif
(DPR,MPR),dan Yudikatif (MA), dan bahkan juga menguasai ABRI (TNI,POLRI). Rakyat
telah berhasil menggulirkan kembali roda demokrasi yang terkekang pada zaman
nya tersebut.
.
2.2
Kronologi
Reformasi 1998
Berikut ini adalah kronologis singkat dari perjuangan rakyat indonesia yang mayoritas merupakan para mahasiswa dalam menegakkan keadilan pada era reformasi 1998:
·
22 Januari 1998
Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak
menunjukkan rencana bantuannya.
·
12 Februari
Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan
Bersenjata.
·
5 Maret
Dua puluh
mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan
penolakan terhadap pidato pertanggung jawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan
agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI
·
10 Maret
Soeharto
terpilih kembali untuk masa jabatan Presiden lima tahun yang ketujuh kali
dengan menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.
·
14 Maret
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai
Kabinet Pembangunan VII. Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana,
terpilih menjadi menteri.
15 April
Soeharto
meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang
bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan
berunjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
·
18 April
Menteri
Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri
Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya
Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
yang menolak dialog tersebut.
·
1 Mei
Soeharto
melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan
mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
·
2 Mei
Pernyataan
itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa
dilakukan sejak sekarang (1998).
Mahasiswa
di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak
dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan represif oleh
aparat. Di beberapa kampus terjadi bentrokan.
·
4 Mei
Harga BBM
melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan dengan korban
sedikitnya 6 meninggal.
7 Mei
Peristiwa
Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus
Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya
52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena
tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan
rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.
·
8 Mei
Peristiwa
Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.
·
9 Mei
Soeharto
berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan
lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
·
12 Mei
Tragedi
Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh. Yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri
Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.
·
13 Mei
Kerusuhan
Mei 1998 pecah di Jakarta. Kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
Soeharto
yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir,
memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka
dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai presiden.
Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
·
14 Mei
Demonstrasi
terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia, demonstran mengepung
dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
Soeharto,
seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat
menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
Kerusuhan
di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang
terjadi selama kerusuhan terjadi.
·
15 Mei
Selesai
mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke tanah air
dan mendarat di lapangan Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta, subuh
dini hari. Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden B.J.
Habibie dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.
·
17 Mei
Menteri
Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah mengejutkan pada
Minggu, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden
Soeharto dengan alasan masalah keluarga, terutama desakan anak-anaknya.
·
18 Mei
Pukul
15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang
dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan
kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan
Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu
didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid,
Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
Pukul
21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto
di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan
kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja,
bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam
kabinet reformasi tidak terlalu “malu”. Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui
oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, “Urusan kabinet adalah urusan
saya.” Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan.
Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
Pukul
23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI
menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu
merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan
secara kolektif. Wiranto mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”.
Gelombang
pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di
Gedung DPR/MPR.
·
19 Mei
Pukul
09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni
Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib,
Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali
Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari
Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia),
Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma’ruf Amin dari NU. Dalam
pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula
yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman
masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu
mengajukan pembentukan Komite Reformasi
Presiden
Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan
VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga
membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan
reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan
bukan usulan mereka.
Pukul
16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan
melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat
aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan
BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang
beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga
menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin
Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite
Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu
mengulur-ulur waktu.
Ribuan
mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Amien
Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati
Hari Kebangkitan Nasional.
Dilaporkan
bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
·
20 Mei
Amien
Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000
tentara bersiaga di kawasan Monas.
500.000
orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi
besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
Harmoko
mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau
DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
Pukul
14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua
menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka
sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi
hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara
langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya
lewat sepucuk surat. Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar
Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat
Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14
menteri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita,
Giri Suseno, Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto,
Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto
Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
Pukul
20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu
kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.
Soeharto
kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah,
Sudharmono, dan Try Sutrisno.
Pukul
23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra,
Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto
sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.
Wiranto
sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan
Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai
sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk
mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian
memanggil Habibie.
Pukul
23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu,
Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. Kata-kata
yang disampaikan oleh Yusril itu, “The old man most probably has resigned”.
Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei
1998 pukul 09.00 WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid,
Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma’arif, Djohan Effendi, H Amidhan,
dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh
reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas
Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur
– panggilan akrab Nurcholish Madjid – menyusun ketentuan-ketentuan yang harus
disampaikan kepada pemerintahan baru.
· 21 Mei
Pukul
01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais dan cendekiawan
Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan, “Selamat tinggal
pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”.
Pukul
9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB.
Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat
dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav)
Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes
hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR. Wakil
Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
Jenderal
Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan
presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan
presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga.”
Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah
satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan
konstitusional.
· 22 Mei
Habibie
mengumumkan susunan “Kabinet Reformasi”. Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari
jabatan Panglima Kostrad.
Di Gedung
DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol
dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR.
Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru.
Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya
·
10 November 1998
Pada
tanggal 10 November 1998, diprakarsai oleh para mahasiswa yang tergabung dalam
Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung, Universitas
Siliwangi, dan empat tokoh reformasi yaitu Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Sri
Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Soekarnoputri mengadakan dialog nasional
di rumah kediaman Abdurrahman Wahid, Ciganjur, Jakarta Selatan. Dialog itu
menghasilkan 8 butir kesepakatan.
Sidang
Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang
demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota
lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang
menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya
kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses
pemulihan ekonomi.
2.3
Penyebab Terjadinya Reformasi 1998
Krisis finansial Asia yang dimulai
sejak tahun 1997 yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin
besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan
Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang
dilakukan berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Harga bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari merangkak naik menyebabkan daya
beli masyarakat kita menurun. Terlebih dengan terpilihnya Presiden Suharto
kembali pada Maret 1998 turut menyulut kemarahan rakyat. Melalui serangkaian
kegiatan aksi demonstrasi, para mahasiswa berusaha untuk melengserkan Presiden
Suharto. Amin Rais membakar semangat mahasiswa dengan mengatakan dengan “people
power”, rakyat bisa melengserkan Presiden Suharto yang di katakan “Biang KKN(
korupsi, kolusi dan Nepotisme), dalam setiap pidatonya Bapak Amin Rais selalu
mengajak untuk memberantas KKN sampai ke akar-akarnya.
Brikut ini beberapa dari sebagian
faktor pendorong terjadinya atau terlahirnya Reformasi 1998 pada waktu itu:
1)
Faktor politik meliputi hal-hal berikut.
a) Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
b)
Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme
dan kronisme serta merajalelanya korupsi.
c) Kekuasaan Orba di bawah Soeharto
otoriter tertutup.
d) Adanya keinginan demokratisasi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
e) Mahasiswa menginginkan
perubahan.
2)
Faktor ekonomi, meliputi hal-hal berikut.
a) Adanya krisis mata uang rupiah.
b) Naiknya harga barang-barang
kebutuhan masyarakat.
c) Sulitnya mendapatkan
barang-barang kebutuhan pokok.
3)
Faktor sosial masyarakat
Krisis politik, hukum, dan ekonomi
merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif
dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik
antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di
beberapa daerah. Pelaksanaan hukum yang berkeadilan sering menimbulkan
ketidakpuasan yang mengarah pada terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun
kerusuhan. Sementara, ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan
terbesar bagi ketimpangan sosial bagi rakyat atau warga negara indonesia.
Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako,
rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap
krisis sosial.Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan
tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi factor penentu
karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya.
Sementara, para mahasiswa dan para cendekiawan dengan kemampuannya dapat
mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang
sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat
para mahasiswa telah mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil
untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial.
Demonstrasi-demonstrasi yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di
perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi
yang tidak terkendali telah mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis
Cina untuk memilih pergi ke luar negeri dengan alasan keamanan.
4)
Faktor hukum
Rekayasa-rekayasa
yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam
bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan
harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk
melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat
pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24
UUD 1945 yanf menyatakan bahwa ‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan
terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’.Sejak munculnya gerakan
reformasi yang dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu
tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar
setiap persoalan dapat ditempatkan pada posisinya secarah profesional.
Terjadinya ketidak adilan dalam kehidupan masyarakat, salah sattunya
disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Terjadinya ketidak adilan dalam kehidupan masyarakat, salah sattunya
disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Oleh
karena itu, para mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat
pelaksanaannya. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah pilar
terwujudnya kehidupan yang demokratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili
seseorang sesuai dengan kesalahannya.
2.4
Akibat Terjadinya Reformasi 1998
Reformasi yang tidak terkontrol pada
waktu itu malah kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari
norma-norma hukum. Dengan demikian, cita-cita reformasi untuk memperbaiki
kehidupan masyarakat Indonesia akan gagal. Persoalan pokok yang mendorong atau
menyebabkan lahirnya gerakan reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti
beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan
garam mengalami kenaikan yang tinggi.
Bahkan, warga masyarakat harus
antri untuk membeli sembako itu. Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi
Indonesia semakin tidak menentu dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan
perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari kenyataan. Keadaan itu
menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya terhadap
pemerintahan BJ. Habibie yang masih dianggap sebagai kaki tangan suharto di Orde
Baru. Pemerintahan BJ. Habibie dinilai tidak mampu menciptakan
kehidupanmasyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Baru setelah BJ. Habibie mundur
yang hanya menjabart selama 1 tahun. BJ. Habibie melakukan pemilihan Presiden RI. Maka pada 20
oktober 1999 terpilihlah preside RI – 4 yaitu bapak Gusdur. Kesetabilan
prekonomian mulai terjamin stelah program-program pemerintahan orde baru
diganti menjadi program yang pro rakyat. Beberapa kebijakan pada zaman orde
baru pun telah dicabut. Dan kebijakan yang menjadi ciri khas gusdur ialah
kebijakan terhadap para Etnis Tionghoa yang mencabut larangan perayaan tahun
baru imlek.
2.5
Tujuan Terjadinya Reformasi 1998
Atas kesadaran rakyat yang
dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan
tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Agenda reformasi yang
disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut:
(1) adili Soeharto dan
kroni-kroninya
(2)
amandemen Undang-Undang dasar 1945
(3)
penghapusan dwifungsi ABRI
(4)
otonomi daerah yang seluas-luasnya
(5)
Supermasi hukum
(6)
pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
BAB III
KESIMPULAN
Kesulitan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan factor atau penyebab utama lahirnya
gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak
faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik,
ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto
selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan
cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad
untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan yang tercantum didalam UUD 1945.
Masih ingatkah kamu akan pengertian Orde Baru? Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan- penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi yang dikehendaki rakyat indonesia dan di pelopori oleh para mahasiswa indonesia.
Masih ingatkah kamu akan pengertian Orde Baru? Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan- penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi yang dikehendaki rakyat indonesia dan di pelopori oleh para mahasiswa indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar